KUCING! Ya, ampuuun! Kucing segala warna segala ras beragam polah!
Dulu, semasa kanak-kanak, aku pernah fobia kucing; juga dua adikku. Untung fobia yang kuderita berakhir ketika SMA, tapi tidak demikian dengan dua adikku. Sampai detik aku menulis pengantar ini mereka berdua masih takut kucing.
Ketika aku diminta Pojok Cerpen menerjemahkan sembilan cerita kucing, yang pertama terbayang ya dua wajah adikku itu. Mau, nolak. Mau, nolak. Kutimbang-timbang. Kalau mau rasanya aku berkhianat pada mereka, tapi kalau nolak sembilan cerita kucing itu semua menantang untuk diterjemahkan. Ada yang lucu, ada yang serem, tapi semua seru (dan ada satu yang saru).
Semua kucing yang menjadi tokoh dalam sembilan cerita ini punya karakter unik dan kuat. Tobermory, misalnya, ia sudah jadi selebritas dunia. Aku yakin setiap pecinta kucing sekaligus pembaca kisah fiksi pasti mengenal kucing jantan dengan bulu sewarna jeruk itu. Dalam cerita dalam buku ini, ia digambarkan punya kekuatan setara ahli nujum, mampu membaca isi hati dan pikiran manusia dan pintar bicara bahasa manusia! Ada lagi si Gummitch, si kucing kecil nakal tiada kepalang. Ia bermimpi menjelma manusia supaya bisa minum kopi dalam cangkir keramik cantik sembari duduk di meja. Ia juga tega menjuluki ‘ayahnya’, lelaki pemilik rumah yang ia tinggali, sebagai Kuda Tua. Ada-ada saja si Gummitch ini.
Yang paling lama kukerjakan adalah Si Schrödinger. Untuk bisa memahami cerita, aku harus belajar tentang eksperimen mekanika kuantum. Sungguh! Kucing belang kuning berbercak putih di bagian dada dan empat cakarnya, berkumis panjang, dan bermata kuning itu dinamai Schrödinger, dan jadi terkenal, sebab ia hidup di dalam eksperimen pikiran fisikawan super pintar bernama Erwin Schrödinger. Namun ada juga kucing yang bikin aku sulit tidur. Coba tebak kucing yang mana?
Jelas jawabnya: Kucing Hitam yang terlahir dari rahim khayalan dahsyat pengarangnya, Edgar Allan Poe. Menurutku, kisah kucing hitam ini merupakan salah satu karya fiksi Poe yang paling terkenal. Kebetulan aku membeli versi animasinya, sudah lama; sayangnya versi animasi itu tersimpan di iPad yang sudah sulit dibuka sebab terlalu tua dan tak lagi bisa diperbarui sistem operasinya. Memang kucing hitam ini sering dikaitkan dengan takhayul dan purbasangka, yang berbeda-beda dari budaya ke budaya. Mereka tak jarang dituduh sebagai pembawa sial. Tentu Poe punya alasan dalam memilih warna hitam pada tokoh kucingnya itu; apakah salah satunya karena Si Hitam dalam kisah Poe itu memang sebenar-benar pembawa sial bagi tuannya dan dirinya pun sama-sama sial.
Dari menerjemahkan cerita sembilan kucing ini aku jadi belajar berbagai nama atau jenis kucing sesuai warna bulu dan rasnya. Kucing tabi, misalnya, adalah kucing belang-belang atau totol-totol, kebanyakan abu-abu-putih-kehitaman, serupa macan. Ada beberapa kucing tabi dalam sembilan kisah kucing di buku ini; dan semuanya betina. Kucing Tom adalah kucing jantan yang biasanya digambarkan bertubuh gagah, kokoh, suka berkelahi, dan merebut kekasih kucing lain; termasuk si Tom saingan Tobermory.
Sedemikian fokusnya aku menerjemahkan kisah sembilan kucing ini hingga aku diprimpèni. Pada suatu malam, sedikit lewat tengah malam, sehabis menerjemahkan The Brazilian Cat karya Sir Arthur Conan Doyle, aku bersih-bersih diri dan ke dapur untuk minum air hangat, lalu masuk kamar. Satu daun jendela kamar kami selalu kami biarkan terbuka, setiap hari setiap malam. Sehabis ganti baju aku berbalik menuju ranjang dan mataku terpaku pada jendela terbuka itu.
Seekor kucing nangkring di kusen jendela, di luar terali, sosoknya segelap arang, dua telinganya—segitiga sama kaki—njegrak tegak, matanya tak tampak sebab ia membelakangi lampu tritisan. Kudengar ia menggeram. Jeritanku mengguncang kamar. Suamiku, dari nafasnya aku tahu ia baru saja terlelap, melompat dan terduduk di atas ranjang.
“Kucing lagi,” suaraku bernada minta maaf.
“Makanya istirahat, sudah malam.”
Salah satu kucing dalam cerita-cerita itu mungkin telah merasuki diriku, mungkin sekarang ini jiwaku dihuni kucing berbulu segelap arang bermata semerah nyala api yang membakar kayu jadi arang. Kucing garang. Atau kucing garong? Waduh!
Selain anjing, monyet, tikus, kuda, dan beruang, kucing merupakan binatang yang kerap diangkat jadi tokoh fabel. Mereka bisa mewakili segala rupa karakter: lucu, manis, baik hati, nakal, cerdik, licik, bahkan bengis atau kejam. Pintar-pintar pengarangnya saja. Semua kisah kucing di buku ini jelas ditulis oleh pengarang super pintar, karenanya kisah-kisahnya bisa sehidup kisah dengan tokoh manusia.
Terima kasih untuk teman-teman Pojok Cerpen yang mengajakku bercanda dengan para kucing ini. Semoga pembaca tidak kecewa.
Salam meooong,
Endah Raharjo