
BAKAR (Bahas Karya) Maksud Politik Jahat bersama Om Joss Wibisono
15 November 2024; malam, adalah kali kedua kami duduk setengah melingkar di Warung Sastra. Dalam suasana mendung dan riuh beberapa orang yang menonton timnas di
Bermula dari membaca buku Alfred Russel Wallace, The Malay Archipelago, saya tergugah untuk pergi ke Halmahera, yang disebutnya “Gilolo” atau dilafalkan, “Jailolo”. Dia menulis kondisi pulau itu dalam bab ke-22. Tidak panjang, tetapi cukup detail. Pada 1858, Wallace sempat tinggal di Dodinga, kampung yang berada di ujung teluk Jailolo. Hampir 166 tahun kemudian kampung itu masih ada dan tidak berubah nama. Menurut Wallace, Halmahera memiliki ciri dan sifat daratan yang sudah tua. Permukaannya dilapisi tanah vulkanis. Tanah subur yang menutrisi aneka tumbuhan. Ditulisnya juga dalam buku itu tentang sejenis burung berbulu indah di hutan Halmahera. Si burung gemar meloncat-loncat, lincah dalam urusan terbang, dan ahli menghindari penangkapan. Ini burung bidadari, yang kemudian dinamai Semioptera wallaci untuk mengabadikan nama sang penemu. Pulau tua, flora dan faunanya unik, tidak selalu aman karena ayunan gempa dan ulah gunung-gunung berapi aktif, dikelilingi laut dan dialiri sungai, dihuni beragam suku-bangsa, dan dibayang-bayangi kekuasaan dan kekuatan lokal maupun global sungguh menarik bagi saya. Kesempatan itu akhirnya tiba. Wallace rajin mengumpulkan berjenis serangga dan burung. Saya mengumpulkan berbagai cerita, yang pada akhirnya menuntun dan menuntut saya pergi ke beberapa pulau lain di sekitar Halmahera, terutama Ternate dan Tidore. Sejumlah cerita itu terhimpun dalam buku ini.
15 November 2024; malam, adalah kali kedua kami duduk setengah melingkar di Warung Sastra. Dalam suasana mendung dan riuh beberapa orang yang menonton timnas di
“Di esai saya bisa menyederhanakan sesuatu dalam 500-600 kata. Itu sulit dilakukan di fiksi krna fiksi prlu sesuatu yg lbih detail. Lewat esai juga saya
6 Oktober 2022 – Cuaca cukup bersahabat sore itu. Dan orang-orang mulai berdatangan. Mengisi absensi-mengambil booklet-memesan minum-memilih tepat duduk. Beberapa haha hihi ketika bertemu
Mengurai Sejarah Konflik Maluku Utara Resensi “Jangan Percaya Surat Palsu” oleh Linda Christanty Buku “Jangan Percaya Surat Palsu: Laporan Jurnalistik tentang Konflik di Maluku Utara,
Bang Nezar Patria, menceritakan kembali hal-hal di balik tulisan yang menjadi salah satu yang paling sering diingat: Sejarah Mati di Kampung Kami. Ditulis delapan belas tahun lalu, saat ia masih wartawan muda. Saat itu, ia ditugaskan meliput kampung halaman pasca tsunami. Suasana dan aroma yang dirasakan di kampung halaman, melahirkan salah satu tulisan yang sangat personal dan kuat. “Kata teman-teman, artikel itu kerap menjadi salah satu contoh beberapa kelas menulis features. Saya merasa tersanjung”, katanya.
Memahami sejarah untuk menata masa depan yang lebih baik adalah sebuah tindakan sadar dan strategis yang perlu dilakukan oleh sebuah bangsa yang berkehendak maju dalam
WhatsApp us