Lompat ke konten

Minggat Dari Belanda

Roman ini bercerita tentang empat orang serdadu Belanda yang melakukan desersi dari benteng Kuala Kapuas (sekarang Kalimantan Tengah) dan mencari jalan pembebasan dengan menempuh rimba raya pedalaman Kalimantan dari selatan (Kuala Kapuas) ke utara (Sarawak). Pelarian untuk memperoleh kemerdekaan ini penuh dengan petualangan yang mendebarkan dan mengerikan. Perelaer melalui dialog-dialog para dramatis personaenya amat kritis terhadap sistim rekrutmen serdadu Belanda dan pemerintahan Hindia-Belanda sendiri; juga kritik yang kritis terhadap adat pengayauan dan mencoba menyelipkan nilai- nilai kemanusiaan di antaranya.

Dialog-dialognya cukup bernas, cerdas, informatif disertai rasa humor, acapkali diseling dengan suasana mengharukan. Lepas dari beberapa kelemahan faktual (karena memang bukan sebuah historiografi)—paling tidak menurut saya—lukisannya tentang alam, rimba raya Kalimantan beserta isinya benar-benar prima

Posting artikel terkait

Mengurai Sejarah Konflik Maluku Utara

Mengurai Sejarah Konflik Maluku Utara Resensi “Jangan Percaya Surat Palsu” oleh Linda Christanty Buku “Jangan Percaya Surat Palsu: Laporan Jurnalistik tentang Konflik di Maluku Utara,

Empat Setengah Jam di Punika

Bang Nezar Patria, menceritakan kembali hal-hal di balik tulisan yang menjadi salah satu yang paling sering diingat: Sejarah Mati di Kampung Kami. Ditulis delapan belas tahun lalu, saat ia masih wartawan muda. Saat itu, ia ditugaskan meliput kampung halaman pasca tsunami. Suasana dan aroma yang dirasakan di kampung halaman, melahirkan salah satu tulisan yang sangat personal dan kuat. “Kata teman-teman, artikel itu kerap menjadi salah satu contoh beberapa kelas menulis features. Saya merasa tersanjung”, katanya.

Kisah Inspiratif Penyintas

Memahami sejarah untuk menata masa depan yang lebih baik adalah sebuah tindakan sadar dan strategis yang perlu dilakukan oleh sebuah bangsa yang berkehendak maju dalam

Sign up for our email newsletter