
BAKAR (Bahas Karya) Maksud Politik Jahat bersama Om Joss Wibisono
15 November 2024; malam, adalah kali kedua kami duduk setengah melingkar di Warung Sastra. Dalam suasana mendung dan riuh beberapa orang yang menonton timnas di
Tak selamanya kita membandingkan satu hal dengan hal
lain untuk berkompetisi. Tak selamanya melihat merekamereka yang menjadi juara untuk mematok standar baru
tentang apa yang berhasil. Sesekali kita perlu benar menoleh
ke sisi lain, ke mereka yang tertatih-tatih, yang terjatuh, bahkan yang tak bisa berlari. Dunia semestinya tak melulu soal
menjadi lebih baik setiap hari, tapi juga memastikan tak ada
yang ditinggalkan.
– Ada Rumput Tetangga Yang Lebih Kering Meranggas
Sebagai seorang pembaca, dengan mudah saya juga akan
membela banyak jenis novel sebagai karya sastra. Tak hanya
novel romansa, tapi juga cerita silat, novel horor, atau cerita
detektif. Seperti film-film Marvel, novel-novel itu juga tak
hanya bisa dinikmati sebagai sensasi hiburan semata, tapi
juga bisa menjadi pintu diskusi intelektual
– Bukan Sinema, Bukan Sastra, Juga Bukan Kopi
***
Satu hal yang bisa menerangkan apa isi buku ini, ia merupakan kumpulan sebagian besar esai-esai yang pernah
ditulis Eka Kurniawan untuk Jawa Pos. Diawali beberapa tahun lalu ketika ia
sesekali mengirimkan esai untuk ikut berkomentar mengenai perkara hangat.
Tak banyak, mungkin satu atau dua esai dalam setahun.
Bicara tentang sastra dan kebudayaan barangkali hal
paling awal dan sering dilakukan. Tapi, diam-diam ia
sering juga berpikir untuk menulis hal-ihwal lainnya.
Politik, dinamika sosial, dan sedikit perbincangan mengenai etika
atau sesat pikir dalam ranah filosofis, misalnya.
15 November 2024; malam, adalah kali kedua kami duduk setengah melingkar di Warung Sastra. Dalam suasana mendung dan riuh beberapa orang yang menonton timnas di
“Di esai saya bisa menyederhanakan sesuatu dalam 500-600 kata. Itu sulit dilakukan di fiksi krna fiksi prlu sesuatu yg lbih detail. Lewat esai juga saya
6 Oktober 2022 – Cuaca cukup bersahabat sore itu. Dan orang-orang mulai berdatangan. Mengisi absensi-mengambil booklet-memesan minum-memilih tepat duduk. Beberapa haha hihi ketika bertemu
Mengurai Sejarah Konflik Maluku Utara Resensi “Jangan Percaya Surat Palsu” oleh Linda Christanty Buku “Jangan Percaya Surat Palsu: Laporan Jurnalistik tentang Konflik di Maluku Utara,
Bang Nezar Patria, menceritakan kembali hal-hal di balik tulisan yang menjadi salah satu yang paling sering diingat: Sejarah Mati di Kampung Kami. Ditulis delapan belas tahun lalu, saat ia masih wartawan muda. Saat itu, ia ditugaskan meliput kampung halaman pasca tsunami. Suasana dan aroma yang dirasakan di kampung halaman, melahirkan salah satu tulisan yang sangat personal dan kuat. “Kata teman-teman, artikel itu kerap menjadi salah satu contoh beberapa kelas menulis features. Saya merasa tersanjung”, katanya.
Memahami sejarah untuk menata masa depan yang lebih baik adalah sebuah tindakan sadar dan strategis yang perlu dilakukan oleh sebuah bangsa yang berkehendak maju dalam
WhatsApp us